Minggu, 03 April 2011

Al-Kindi

Tidak hanya di daerah barat sana yang memiliki tokoh yang ahli dalam seni musik, tetapi di daerah timur ini juga memiliki tokoh yang ahli bermusik. Al-Kindi, contohnya. Nama lengkapnya Abu Yusuf Ya’qub bin Ishak bin Sabah bin Imran bin Ismail bin Muhammad bin Al-Asy’ats bin Qais Al-Kindi. Beliau merupakan salah satu tokoh dalam dunia seni musik kontemporer Muslim. Lahir pada tahun 185 H/801 M dari kalangan bangsawan Irak. Dan bisa dikatakan beliau adalah filsuf pertama yang lahir dari kalangan Islam. selain bisa berbahasa Arab, ia juga mahir berbahasa Yunani. Dengan kemahirannya dalam berbahasa Yunani tersebut, Al-Kindi menerjemahkan karya-karya filsuf Yunani ke dalam bahasa Arab, seperti: Aristoteles dan Plotinus.
            Al Kindi menuliskan banyak karya dalam berbagai bidang, geometri, astronomi, astrologi, aritmatika, musik, fisika, medis, psikologi, meteorologi, dan politik. Buku yang paling banyak ditulisnya adalah geometri sebanyak 32 judul. Filsafat dan kedokteran masing-masing mencapai 22 judul. Logika sebanyak 9 judul dan fisika 12 judul. Dalam angkatannya, Al-Kindi merupakan orang terpintar dengan menguasai berbagai ilmu pengetahuan.

            Kata “musik” yang kita kenal saat ini sebenarnya diambil dari nama sebuah buku tentang teori musik oleh Al-Kindi. Nama buku itu adalah “Musiqo Al Kindi”. Al-Kindi juga merupakan orang pertama yang menemukan not-not dalam musiK. Not-not do re mi fa so la si do itu didapatnya dari urutan huruf-huruf hijaiyah.
            Tidak hanya itu, Al-Kindi juga menemukan teori penyembuhan suatu penyakit yang timbul dari kebiasaan seseorang bermain musik. Di dalam bukunya, Al- Kindi mengatakan, orang yang biasa memainkan alat music petik (gitar, bass, kecapi) resiko terkena serangan stroke lebih kecildaripada orang-orang yang terbiasa duduk memainkan alat musik pukul.
            Teori yang mengatakan kalau music dapat berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan otak janin bayi yang masih dikandung ibunya pertama kali ditemukan oleh Al-kindi. Tetapi dia mengatakan, musik itu nomor dua, yang utama tetaplah Al-Qur’an yang dibaca oleh ayah atau ibu yang mengandung janin tersebut. Dan hal ini memang benar dan baru dapat dibuktikan pada masa sekarang ini. Tepatnya, beberapa abad setelah wafatnya Al-Kindi yang wafat pada tahun 873 M.
            Al-Kindi mempunyai peranan penting dalam melestarikan syair dan shalawat. Mulanya, beliau merasa sedihdan khawatir berhubung wafatnyasatu demi satu para generasi tua yang masih hafal dan mempunyai catatan syair-syair shalawat. Oleh karena itu, beliau berinisiatif untuk mencari orang-orang yang masih hafal dan memiliki catatan lengkap tentang syair dan shalawat. Bersama seorang sahabatnya yang juga seorang penyair, Muhammad Isya. Berkat kegigihannya, Al-Kindi akhirnya berhasil menemukan dan mengumpulkan apa yang dicarinya. Walaupun memerlukan waktu bertahun-tahun lamanya.
            Dengan kejeniusannya, Al-Kindi menerapkan nada-nada shalawat yang asli ke dalam alat-alat music yang telah dikuasainya, seperti flute, gambus,gitsr, tifa, seruling dan biola.
            Pertunjukan orkestra pertama kali diadakan oleh Al-Kindi. Tapi orkestra yang pertama kali  diadakannya dipakai untuk terapi pengobatan pasiennya yang mengidap kelainan jiwa. Salah satu pasien Al-Kindi adalah anak laki-laki tetangganya yang menderita lumpuh total. Ayah anak tersebut yang kaya raya menemui Al-Kindi setelah patah harapan tak menemukan hasil meski sudah mendatangi banyak dokter terkenal. Lalu Al-Kindi meminta murid-muridnya memainkan musik di hadapan si anak. Pelan-pelan si anak bisa menggerakkan badan dan berbicara. Cara ini diulang beberapa kali. Namun, karena kondisi kesehatan anak tersebut sudah sangat parah, terapi musik tak mampu menyelamatkan jiwanya. "Anakmu sudah menemui takdirnya, tak ada seorang pun yang bisa memperpanjang usianya," ujar Al-Kindi kepada ayah anak tersebut.
            Al-Kindi bukan hanya satu-satunya tokoh dalam dunia seni musik kontomporer Muslim. Contoh lainnya ialah Al-Farabi. Sebenarnya masih banyak tokoh lainnya. Jadi, sebagai Muslim, kita harus bangga dan tidak rendah diri akan jati diri sebagai seorang muslim.